Siang itu, Ahmad Mufid Sururi duduk bersila membelakangi jendela. Selembar daluang yang nyaris sempurna, terhampar di depannya.
Sejurus kemudian, pria yang akrab disapa Mufid itu mulai bekerja. Tangan kanannya menghentakkan pemukul ke atas kertas tradisional khas Indonesia itu.
"Ini sudah enam hari saya kerjakan. Ada pesanan dari mahasiswa S-2 ITB," kata Mufid, di galerinya, Jalan Koperasi Ujung Berung, Selasa 12 Maret 2022.
Pesanan daluang yang dia kerjakan berukuran 2 x 1 meter. Dengan ukuran tersebut, Mufid membutuhkan 8 lembar kulit pohon saeh, bahan dasar daluang.
Pada awal pengerjaan, dia menumpuk 8 lembar kulit pohon saeh jadi satu. Menggunakan alat khusus mirip palu, Mufid pun memukul-mukul tumpukan kulit saeh tersebut.
"Orang Sunda menyebut alat ini 'pameupeuh'. Yang saya pakai replikanya, terbuat dari bahan perunggu," jelas Mufid yang dikenal dengan label 'Toekang Saeh' itu.
Selain teknik, proses pengerjaan daluang membutuhkan kesabaran luar biasa. Setiap hari, Mufid terus memukulkan 'pameupeuh' ke atas kulit pohon saeh. Hingga hari keenam, daluang pun mulai terbentuk.
"Sekarang tinggal finishing," ucapnya sambil memperlihatkan hasil karyanya.
Bagi Mufid, berkutat dengan daluang dan pohon saeh sudah menjadi jalan hidupnya. Dia mengaku tak pernah bosan menggeluti aktivitas tersebut.
Artikel Terkait
Griselda Mahissa, Temukan Potensi Diri dengan Berorganisasi
Najla Nurani, Bermodal Rp200 Ribu Sukses Raup Jutaan dengan Bisnis Korean Cake
Cerita Putri Selita Firdaus, Cintanya pada Alam dan Hingga Menerbitkan Karya Buku
Mengenal Sekolah Kader Konservasi Masigit Kareumbi bersama Rizki Dian Ramadhani
Terinspirasi dari sang Anak, Leni Sumarni Dirikan Rumah Belajar Otello
Semangat Makmur Sebarkan Ilmu dari Tumpukan Buku Bekas
Asry Aflaha Lutfiah, Merintis Bisnis Kuliner saat Pandemi dengan Hasil Puluhan Juta