bjb KPR General_Media Online_Media Online
news-details
Film
(dok. Rekata Studio)

Film Budi Pekerti: Pelajaran Berbudi Pekerti di Era Digital

BERITABAIK.ID - Wregas Bhanuteja, sutradara dan penulis berbakat asal Yogyakarta, kembali hadir meramaikan layar lebar sinema Indonesia. Lewat karya terbarunya Budi Pekerti, Wregas berhasil memikat perhatian warganet sejak penayangan perdananya. Film yang mengangkat isu soal cancel culture itu disajikan dengan apik dalam durasi 1 jam 50 menit.

Maraknya unggahan video pertengkaran di internet sepertinya menjadi landasan cerita untuk film Budi Pekerti. Pasalnya, film ini menyajikan fenomena tersebut dari kacamata korban. Wregas menggandeng aktris Sha Ine Febriyanti untuk memerankan Bu Prani, sosok guru BK yang potongan video marahnya viral dalam film tersebut.

Bagi Bu Prani, video pertengkaran yang tersebar adalah petaka. Video tersebut berbingkai terlalu kecil untuk bisa melihat apa yang sebenarnya terjadi. Perjuangan Bu Prani dan keluarga memulihkan kembali nama baik digambarkan dengan begitu intens sepanjang film.

Kisah Budi Pekerti diambil dengan latar belakang Yogyakarta. Banyak dari dialognya yang juga menggunakan Bahasa Jawa. Meskipun para pemain tidak seluruhnya bersuku Jawa, logatnya secara umum masih aman dan nyaman didengarkan. Unggah ungguh sebagai kultur Jawa menjadi penguat landasan permasalahan dalam kisah ini.

Lewat Budi Pekerti, Wregas ingin mengajak penonton melihat dampak perundungan internet dan cancel culture bagi korban dan keluarganya. Bahkan sejak dari pemilihan judul Budi Pekerti, pesan moral itu lah yang memang ingin digencarkan.

Perundungan internet kini telah menjadi kengerian baru. Menurut Think Before Text, perundungan internet merupakan tindakan agresif lewat media elektronik secara berulang-ulang dari waktu ke waktu, terhadap seseorang yang dianggap tidak mudah melakukan perlawanan atas tindakan tersebut. Jadi, terdapat perbedaan kekuatan antara pelaku dan korban. Perbedaan kekuatan dalam hal ini merujuk pada sebuah persepsi kapasitas fisik dan mental.

Dalam hal ini, Bu Prani sebagai korban tidak punya kuasa yang besar untuk melawan tuntutan dan tanggapan negatif dari banyak pihak. Perundungan inilah yang kemudian merambat pada cancel culture yang berarti budaya pembatalan.

Dilansir dari The New York Post, cancel culture adalah fenomena berupa ajakan menolak atau memboikot, baik itu seseorang, merek, acara, hingga film. Profesor sosiologi dan kriminologi di Universitas Villanova Dr. Jill McCorkel mengatakan akar cancel culture adalah bentuk ketika masyarakat telah menghukum orang karena berperilaku di luar norma sosial yang berlaku.

Dalam film Budi Pekerti dilema korban menghadapi cancel culture digambarkan dengan apik. Pertarungan antara realitas dan idealisme korban terasa bergejolak dengan berbagai emosi. Mau tidak mau, penonton akan diajak masuk ke dalam kehidupan keluarga Bu Prani.

Apalagi dengan sosok Bu Prani yang hadir sebagai guru, pengajaran budi pekerti dalam film ini bukan cuma nasihat angin lalu untuk marketing film. Lebih dari itu, film ini memperlihatkan pentingnya pendidikan budi pekerti sejak berada di lingkungan pendidikan.

Di luar alur kisahnya yang penuh moral, Budi Pekerti tetap dapat dinikmati secara audio dan visual. Pemilihan warna untuk film ini begitu indah dan memiliki makna yang dalam. Banyak detail menarik dan shot yang patut diacungi jempol. Peran Angga Yunanda, Prilly Latuconsina, dan Dwi Sasono juga sangat menghibur dan membuat film ini semakin hidup.

Pada ajang Festival Film Indonesia, Budi Pekerti berhasil meraih 17 nominasi. Wregas dengan karyanya yang satu ini benar-benar menunjukkan kelayakan atas pencapaian tersebut.

Editor : Nadiana Tsamratul Fuadah

Presiden Joko Widodo Resmikan PLTS Terapung Cirata

Danilla Kembali Sendu, Lahirkan Single Terbaru Bertajuk "Sarwa"