bjb KPR General_Media Online_Media Online
news-details
Bertemu Teman Baik
Dedi (kiri) sedang melayani pembeli amplop di Kantor Pos Jalan Asia Afrika Kota Bandung.

Kisah Klasik Pak Dedi, 32 Tahun Berjualan Amplop Kantor Pos

 

BERITABAIK.ID - TemanBaik, pernahkah kamu berkirim surat atau dokumen via Pos?

Konon, dua hingga tiga dekade yang lalu, Kantor Pos selalu dipadati pengunjung untuk sekadar berkirim surat atau pesan.

Hari ini, Senin (22/8/2022), riuh di Kantor Pos memang tak seramai kata orang dahulu. Namun, masih ada beberapa aktivitas pengiriman surat atau dokumen yang kami temui.

Kami baru saja ngobrol dengan Dedi (58). Sejak 1990, dia sudah berjualan amplop, kartu pos, serta aneka alat tulis di depan Kantor Pos, Jalan Asia Afrika Bandung. Dedi merupakan satu dari dua penjual amplop yang tersisa di sini.

“Dulu mah banyak. Ada yang memang sudah enggak berjualan lagi, ada yang meninggal. Kebetulan, saya juga meneruskan usaha orang tua (berjualan amplop),” terangnya.

Baca Juga: Hari Ini Rekayasa Lalin di Kawasan Jalan Jakarta dan Sukabumi Dimulai

Perantau asal Ciamis ini punya banyak cerita dan pesan yang ia sampaikan sejak pertama kali berjualan, 32 tahun lalu.

Dia mengenang, bagaimana dulunya kegiatan surat-menyurat seolah jadi primadona untuk mengabari sanak saudara atau kerabat di manapun berada.

“Misalnya pada momen Idulfitri. Itu ramai yang berkirim kartu ucapan. Ya, sehari-hari juga ramai aja,” kenangnya.

Kini, Dedi yang juga merangkap sebagai pembungkus dokumen tak lagi menemui keramaian tersebut.

Meski mengaku ada saja pelanggan yang datang untuk sekadar membeli amplop atau meminta dibungkus dokumennya, jumlahnya berkurang drastis.

Baca Juga: Lomba 'Merayakan Indonesia Percaya', Tumbuhkan Semangat Kebersamaan

Kata Dedi, paling banyak ia melayani 10 pelanggan per-harinya. Dengan rata-rata upah Rp3 ribu hingga Rp10 ribu.

Angka tersebut merupakan penghasilan tambahan, karena sejatinya dia berjualan amplop dan alat tulis.

Harga amplop yang dijual Dedi pun beragam, mulai dari Rp500 sampai Rp3.000. Dedi juga menjual kartu pos dengan harga Rp4 ribu.

Sanes ngaleuleungit (bukannya meniadakan yang ada). Tapi memang, penghasilan sudah berkurang. Ya, tapi untuk sehari-hari (kebutuhan) sih cukup. Alhamdulillah,” bebernya.

Beragam dokumen mulai surat, hingga barang, pernah dikemasnya. Belakangan ia baru sadar, pesan di balik dokumen yang ia bantu kemas mungkin begitu berharga bagi pengirim ataupun penerimanya.

Baca Juga: Tera Incognita, Gebrak Malam Minggu Pencinta Seni di Kota Bandung

“Seperti kartu lebaran misalnya. Sekarang, sih mungkin orang berpikir bisa dikirim via WhatsApp. Tapi, beberapa orang jadul menganggap, berkirim kartu fisik jauh lebih berkesan. Saya baru sadar, ya ada benarnya,” kata Dedi.

Dedi tinggal sendiri, dengan mengontrak rumah di sekitar Balonggede. Keluarganya tinggal di Ciamis, Jawa Barat. Sekitar satu bulan sekali, dia pulang mengunjungi keluarganya.

Dia memiliki dua orang anak, dan mampu menyekolahkan anaknya hingga kini bekerja.

Di usianya yang tak lagi muda, Dedi masih berjualan. Dia mengaku banyak kenangan yang tidak bisa dilupakannya. Sebab, dari amplop dan kartu pos itulah, dia bisa sampai ada di hari ini.

“Zaman sekarang, namanya teknologi mah enggak bisa ditolak. Orang memilih berkirim pesan lewat ponsel, karena memang lebih praktis. Dulu kan memang fasilitasnya belum ada,” kata Dedi.

Baca Juga: 'GreenFest 2022', Aksi Nyata Alumni SMPN 2 Bandung Lestarikan Elang Jawa

Meski usahanya tak lagi seramai dulu, Dedi tetap bersyukur. Serta berharap pekerjaan ini bisa terus dijalankannya semampu dia bekerja.

“Mau nyari kerja lagi juga, usia sudah segini. Kayaknya enggak bakal dapet. Jadi, dinikmati saja. Penghasilan tetap ada kok,” ucapnya sembari tertawa.

Sehat sehat terus, Pak Dedi!***

 

 

 

Editor : Marshal Deru Bumi

Hasil Jagung Sindangbarang Cianjur Mampu Dijual hingga Jateng dan Jatim

Hari Ini Rekayasa Lalin di Kawasan Jalan Jakarta dan Sukabumi Dimulai