bjb KPR General_Media Online_Media Online
news-details
Kisah Inspiratif
Salah satu penampilan musisi sekaligus solois Mukti Mukti.

Mengenang Mukti Mukti, Musisi yang 'Jauh dari Keluasan Kota'

"Dan kematian yang indah itu adalah milik kita sebagai air yang tak mengalir lagi, atas polusi udara yang mematikan, atas sunyi hutan sunyiku yang hilang, atas tanah yang tak tergarap lagi, atas perbudakan dan pembodohan manusia yang tak malu-malu lagi.

Maka katakanlah satu hal pada orang-orang dengan penuh cinta dan darah yang tercurah di setiap perjamuan: REVOLUSI !!"

Dalam bingkai pigura hitam berukuran cukup besar, tulisan itu terpasang pada dinding teras samping rumah di Jalan Batu Permata I No 11D.

Ditutup kaca kusam yang sebagian sudah pecah, catatan bernada kegelisahan dan perlawanan itu cukup menarik perhatian.

Baca Juga: Cerita Dara Adin Pramesti, Senang Bisa Jadi Anggota Paskibraka

Ada rangkaian kata dengan huruf lebih kecil yang menjelaskan siapa penulisnya. Dialah Mukti Mukti, musisi sekaligus solois balada asal Kota Bandung.

"Kalimat di atas merupakan catatan harian yang ditulis oleh Mukti Mukti di tahun 1987," begitu keterangan pada tulisan tersebut.

Dilihat dari tahun pembuatannya, Mukti Mukti yang lahir pada 1968 menulis catatan itu kala masih berusia 19 tahun atau duduk di bangku kuliah.

Catatan itu menjadi bukti betapa Mukti Mukti menunjukkan sikap kritis sejak muda dan konsisten hingga ajal menjemput.

Ya, Mukti Mukti sudah berpulang. Musisi bernama lengkap Hidayat Mukti bin Kayat Suseta itu meninggal di RS Borromeus Senin (15/8/2022) pukul 16.00 WIB pada usia 55 tahun.

Selama satu tahun terakhir ini, Mukti Mukti menjalani perawatan di RS Borromeus akibat beberapa penyakit yang dideritanya.

Baca Juga: Peringatan 77 Tahun Kemerdekaan RI, Yuk Mengenal Sejarah Paskibraka

Senin malam, di rumah itu Mukti Mukti disemayamkan. Rumah tinggal yang juga kerap digunakan sang solois berlatih musik bersama teman-temannya.

"Kemarin (Minggu) sempat latihan. Tapi kondisinya sudah memakai tabung oksigen, napas sudah susah. Gak nyanyi, jadi yang latihan tim," kata A Mufid Sururi, rekan Mukti Mukti.

Menurut Mufid, tahun ini Mukti Mukti berencana menggelar konser dengan format lima pemain gitar. Karena kondisi fisiknya sudah melemah, saat latihan, Mukti Mukti hanya menyaksikan.

"Formatnya sekarang kan lima pemain gitar. Jadi kemarin latihan pemantapan tim rhytem. Cuma kemarin (Mukti Mukti) menyaksikan saja," tambah Mufid.

Di mata Mufid, Mukti Mukti adalah sosok musisi yang bisa mewakili kegelisahan dirinya. Mukti Mukti juga cukup banyak menginspirasi Mufid.

Baca Juga: Duo OKAAY Rilis Album Perdana Bertajuk 'Together We Are Okaay'

"Dalam bermain musik, siapa pun pemusik yang diajak terlibat, sangat mempunyai keleluasaan dengan gaya masing-masing dari sisi musik," kenang Mufid.

Matdon, seniman sekaligus sahabat Mukti Mukti mengenang almarhum sebagai sosok yang bisa mengayomi pemusik muda lainnya.

"Kontribusi untuk pemusik balada di Bandung terutama ya sangat besar. Dia mengayomi pemusik muda lainnya, bahkan memberikan spirit," kenang Matdon.

Matdon mengaku mulai mengenal Mukti Mukti sekitar tahun 1995. Namun, kedekatannya baru terjalin sekitar tahun 2000-an.

"Saat masih mahasiswa tahun 1989, saya dan Mukti Mukti ternyata sudah bareng ikut aksi untuk petani Badega, tapi tidak saling kenal. Baru akrab tahun 1995. Lucunya, kita baru tahu pernah aksi bareng untuk petani Badega pas tahun 2000-an," cerita Matdon.

Baca Juga: Kisah Bhakti dan Nazla, Lurah Capaska Jawa Barat

Matdon mengaku sangat kehilangan sahabatnya itu. Satu keinginan Mukti Mukti yang masih belum terwujud adalah membuat aplikasi jalan-jalan di Kota Bandung.

"Terakhir dia meminta dibuatkan lagu mengenai jalan-jalan di Kota Bandung. Dia ingin membuat aplikasi jalan-jalan di Bandung. Misal saat kita lewat Jalan Cijerah, ada lagu tentang Cijerah dalam aplikasi itu," kata Matdon.

Sementara Ginanjar, rekan bermusik Mukti Mukti mengatakan, ide membuat aplikasi tersebut tercetus atas keinginan almarhum melestarikan jalan-jalan di Kota Bandung dalam format lagu.

"Jadi gini, ketika saya pegang hape dan aplikasi itu sudah di-install, saya lewat Jalan Cihampelas misalnya, nanti ada suggestion mau mainin lagu Cihampelas gak? Kan Cihampelas itu macam-macam, ada pariwisata, pusat jins, jalan rusak, nanti di-play," kata Ginanjar. 

Baca Juga: Raih Lencana Karya Bakti, Atalia: Hasil Kerja Bersama

Tak sekadar itu, kata Ginanjar, Mukti Mukti mencetuskan konsep melestarikan jalan di Kota Bandung itu dengan melibatkan seniman sebagai pencipta lagunya.

"Jadi ketika nge-play lagunya, dia (seniman) dapat uang dari sana. Jadi setiap orang kreatif bisa membuat lagu sendiri mengenai daerahnya. Jadi seniman bisa hidup dari sana," terang Ginanjar. 

Karier musik Mukti Mukti berawal sejak dia kuliah di Fakultas Sastra Unpad pada tahun 1980-an. Saat itu, Mukti Mukti juga dikenal sebagai seorang aktivis.

Selama kurang lebih 30 tahun, Mukti Mukti menghasilkan karya musik bertema protes sosial, gerakan perlawanan, ataupun cinta berdasarkan pengalaman.

Sejumlah lagu Mukti Mukti juga kerap menemani perjuangan gerakan demonstran, seperti lagu 'Menitip Mati', 'Surat Kepada D', dan 'Aku Hanya Ingin'.

Sebelum meninggal, Mukti Mukti sempat membangun 'Rumah Konser Mukti Mukti' di Dusun Pasirlaya, Desa Cijeruk, Kecamatan Pamulihan, Sumedang.

Kini, rumah konser itu menjadi tempat peristirahatan terakhir Mukti Mukti. Rumah yang jauh dari perkotaan, seperti penggalan lagu Mukti Mukti berjudul 'Surat Kepada D'.

"Aku tengah membangun sebuah rumah, kau dan aku. Jauh dari keluasan kota, seperti rindumu....." 

Selamat jalan Mukti Mukti. ***

Editor : Gin Gin Tigin Ginulur

Khalimatus Sayidah, Srikandi Para-Bulutangkis dengan Semangat Juang Mantap

Cerita Dara Adin Pramesti, Senang Bisa Jadi Anggota Paskibraka