bjb KPR General_Media Online_Media Online
news-details
cerita
Wanggi Hoed, Nissa Rengganis, dan Toni Handoko saat launching buku Bully. (Foto: Gin gin T Ginulur/Beritabaik.id)

Lewat Buku 'Bully', Seniman dan Fotografer Bersatu Melawan Perundungan

BERITABAIK.ID - Kolaborasi apik penulis Nissa Rengganis, seniman pantomim Wanggi Hoed, dan fotografer Toni Handoko menghasilkan sebuah karya menarik.

Melalui perpaduan antara pertanyaan tertulis, pertunjukan pantomim yang ekspresif, dan visual mencolok, mereka membuat buku berjudul 'Bully'

Akhir pekan lalu, Sabtu (3/6/2023), buku itu diluncurkan di Red Raws Center Pasar Antik Cikapundung Lantai 3 Blok FC 01 Kota Bandung.

Dalam bukunya tersebut, Nissa Rengganis menuliskan beberapa poin yang memicu refleksi dalam diri tentang bully. Dia mengajak pembaca berkaca terlebih dahulu, sebelum menghakimi seseorang sebagai pelaku bullying.

“Sebelum kita menghakimi para pelaku bullying, ada baiknya kita bertanya pada diri sendiri: apakah saya sudah berhenti menjadi pem-bully?” tanya Nissa.

Baca Juga : Asri Saraswati, Memilih Tinggal di Desa, Dorong Petani Lebih Produktif

Nissa mengingatkan bahwa fenomena bullying ini seperti lingkaran setan yang terus menular dan berulang. Para korban bullying memiliki potensi untuk menjadi pelaku dengan keinginan membalas dendam.

Sialnya, lanjut dia, meskipun sudah ada banyak program #stopbullying, laporan-laporan bullying masih terus ada hingga saat ini.

Kasus-kasus tersebut, kata Nissa, terkadang di luar nalar. Dampaknya meluas ke segala arah, termasuk depresi, kehilangan percaya diri, dendam,dan kemarahan. Bahkan, ujar Nissa, beberapa korban mengambil keputusan tragis untuk bunuh diri.

“Dengan cara apapun, kami menerbitkan buku ini sebagai ikhtiar kecil kami

untuk terlibat dalam mengedukasi masyarakat agar lebih memahami apa itu bullying dan tindakan apa yang diperlukan ketika hal itu terjadi,” kata Nissa.

Sebagai informasi, data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan selama tahun 2022, setidaknya telah terjadi lebih dari 226 kasus kekerasan fisik dan psikis, termasuk perundungan.

Baca Juga : Catat Tanggalnya! Festival Musik MyFest.id Siap Guncang Bandung-Cimahi

Data riset yang dirilis Programme for International Students Assessment

(PISA) pada tahun 2018 juga menunjukkan bahwa 41,1 persen siswa di Indonesia mengaku pernah mengalami perundungan.

Melalui buku “Bully”, para kolaborator mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul mengenai bully. Misalnya apa itu bullying? Siapa pelaku bullying? Siapa korban bullying? Dan lain-lain.

“Karenanya, dengan tegas kami menolak segala tindakan bullying, apapun alasannya. Jangan sampai kita menjadi pelaku atau korban bullying. Semoga kejadian ini bisa berhenti di kamu. Dan sekecil apapun langkah pencegahan bisa dimulai dari diri kita sendiri,” tegas Nissa.

Baca Juga : Kisah Jizun, Penggembala Kuda Asal Lombok yang Raih Gelar Doktor di Amerika

Baskara Puraga dari Raws Publishing menjelaskan latar belakang terbitnya buku foto 'Bully'. Menurut dia, konsep bentuk buku foto seperti ini tampaknya hampir tidak ada di Indonesia.

"Mungkin bentuk buku foto seperti ini, di mana ada pertanyaan lalu direspons dengan fotografi atau pantomim dalam hal ini yang menjadi subjek si fotonya, hampir tidak ada kayaknya kalau di Indonesia," kata Baskara.

Tema Bully dalam buku tersebut, lanjut Baskara, merupakan keseakatan dari ketiga kolaborator mengingat masih tingginya tingkat perundungan di Indonesia.

"Tampaknya memang permasalahan bully ini perlu diingatkan dan disuarakan kembali karena kasus bully hampir terjadi setiap hari dan kita sebagai masyarakat cukup abai memyikapinya," pungkas Baskara. ***

Editor : Gin Gin Tigin Ginulur

Asri Saraswati, Memilih Tinggal di Desa, Dorong Petani Lebih Produktif

Drama Tari 'Aksara Asa' Tampil Memukau di Gedung Rumentang Siang