BERITABAIK.ID - Dua mahasiswa Universitas Airlangga (UNAIR) Eko Mangku Cipto dan Harianto Rantesalu mendapat penghormatan dari FBI (Federal Bureau of Investigation) atau Biro Investigasi Federal di Amerika Serikat.
Mereka diundang oleh Pemerintah AS untuk menjadi pembicara di markas FBI yang berlokasi di Cleveland, Ohio.
Tentu bukan tanpa alasan, mereka ternyata memiliki peran besar dalam membongkar aksi kejahatan siber yaitu pemalsuan situs (website). Kerugian ini merugikan pemerintah AS hingga 60 juta dolar AS, atau setara lebih dari Rp922 miliar.
Dalam undangan tersebut, dua mahasiswa Magister Kajian Ilmu Kepolisian Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga ini menjelaskan tentang bagaimana teknik penyelidikan dan penyidikan terhadap dua tersangka kasus pemalsuan website yang kini telah resmi ditahan oleh pihak kepolisian.
“Kasus yang dalam penanganannya melibatkan dua institusi yaitu FBI dan Polda Jawa Timur dengan tim siber Ditreskrimsus ini menurut Kapolda Jatim, Nico Afinta mengatakan bahwa data pribadi tersebut digunakan untuk mencairkan dana bantuan untuk pengangguran warga negara Amerika senilai USD 2000 setiap satu data orang dan juga untuk dijual lagi seharga USD 100 setiap satu data orang,” ujar Eko dalam keterangan di laman resmi Unair.
Baca Juga: 6 Wisata Kebun Teh di Indonesia, Cocok untuk Liburan Bareng Keluarga
Sebagai pengingat, pada 2021, sempat ramai pemberitaan mengenai dua peretas asal Indonesia (WNI), yang membuat situs palsu untuk meraup dana bantuan Covid-19 di AS.
Kedua peretas tersebut berinisal SFR dan MCL, yang kemudian berhasil ditangkap di Surabaya oleh Polda Jatim yang berkoordinasi dengan FBI.
Dua penjahat siber ini membuat situs palsu yang mirip dengan laman resmi pemerintah AS. Kemudian, alamat situs tersebut disebarkan secara acak menggunakan layanan SMS blast, dan menyasar sebanyak sekitar 20 juta warga negara Amerika Serikat.
Saat itu, masyarakat AS yang tertipu mengirimkan data pribadi yang selanjutnya digunakan oleh dua pelaku untuk mencairkan dana bantuan Covid-19 bagi warga negara Amerika.
Baca Juga: Bangga, Buruan Sae Dapat Penghargaan di Rio de Janiero Brasil
Untuk satu warga, pemerintah AS diketahui menggelontorkan dana senilai 2.000 dolar AS atau setara dengan Rp29,2 juta.
Alhasil, para penjahat siber tersebut kemudian meraup keuntungan lebih dari Rp922 miliar.
Untuk diketahui, keberhasilan Polda Jatim dalam melacak dua penjahat siber tersebut juga tidak lepas dari peran Eko dan Harianto.
Dalam memecahkan dan melacak kasus ini, mereka berhasil memperoleh informasi terkait data yang berhasil pelaku dapatkan. Informasi tersebut didapat melalui percakapan Whatsapp dan Telegram, yang jumlahnya sekitar 30.000 data. ***
Editor : Marshal Deru Bumi