bjb KPR General_Media Online_Media Online
news-details
Panggung
Ilustrasi adu kuda.

Tradisi Adu Kuda, Simbol Harga Diri Masyarakat Muna

BERITABAIK.ID - TemanBaik, beberapa daerah di Indonesia memiliki tradisi unik dalam menyambut tamu. Salah satunya tradisi adu kuda yang ada di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara.

Dalam bahasa Muna, perkelahian atau adu kuda disebut pogiraha adhara digelar tanpa jadwal teratur.

Tradisi itu hanya diselenggarakan pada acara khusus, seperti menyambut tamu yang sebelumnya telah ikut serta dalam acara tahunan Festival Nepabale.

Dilansir dari koropak.co.id, adu kuda ini biasanya diselenggarakan di lapangan terbuka, dipandu oleh pawang yang berdiri di antara dua kuda jantan yang saling dihadapkan.

Baca Juga: Mengintip Keindahan Wisata Alam Buatan di Desa Duyun Riau

Pawang itu mengenakan destar serta sarung yang melilit di pinggangnya. Lewat instruksinya, barulah tradisi langka ini dimulai.

Perkelahian dibuka ketika salah satu kuda meringkik sembari mengangkat kedua kaki depannya ke udara, setinggi yang dia bisa. Lantas lawannya akan melakukan hal serupa, seakan siap meladeni.

Kedua kuda tersebut lantas bergelut; menggigit dan menendang. Tak jarang mereka saling seruduk hanya untuk mengalahkan lawan.

Namun ketika pertarungan mulai saling membahayakan, pawang akan datang melerai.

Baca Juga: Tujuh Tradisi Pemakaman 'Berbeda' di Indonesia

Setelah dilerai, tentu tidak begitu saja selesai. Pertarungan dua pejantan kuda itu kembali dilanjutkan.

Tidak ada istilah menang-kalah, tidak pula sengaja diadu hingga terluka parah. Adu kuda hanya jadi hiburan masyarakat semata.

Dewasa ini, dalam setahun, pelaksanaannya hanya bisa dihitung jari. Itu juga terselenggara karena dilaksanakan oleh pemerintah setempat, khususnya di Desa Latugho, Kecamatan Lawa.

Padahal, berkaca ke belakang, tradisi adu kuda kerap terselenggara di tiap kecamatan.

Baca Juga: Rekayasa Lalu Lintas, Flyover Jakarta-Supratman Jadi Dua Arah

Hal tersebut dikarenakan populasi kuda yang ada di Pulau Muna hanya tersisa puluhan ekor saja di Lawa.

Sekitar tahun 1970-an, tradisi ini pun mulai menghilang bersamaan dengan perpindahan penduduk desa menuju tempat baru.

Kendati tak diketahui kapan tepatnya tradisi ini dimulai, menurut catatan para orang tua, tradisi ini telah ada sejak zaman Kerajaan Muna.

Itu berarti keberadaannya telah ada sejak ratusan tahun silam dan diyakini sebagai sarana hiburan rakyat dalam berbagai perhelatan.

Bagi orang Muna, tradisi ini merupakan simbol harga diri. Dalam situasi normal, seekor kuda tidak akan bersikap agresif.

Namun dia akan berjuang sekuat tenaga membela kelompoknya ketika ada yang mengganggu.***

Editor : Gin Gin Tigin Ginulur

Melongok Pantai Palangpang, Destinasi Wisata yang Sedang Menggeliat

Mengintip Keindahan Wisata Alam Buatan di Desa Duyun Riau